Polisi Sebut Wiranto Diserang di Daerah Rawan Paham ISIS
12 Oktober 2019, 09:00:00 Dilihat: 426x
Jakarta -- Polri menyebut lokasi penusukan Menko Polhukam Wiranto merupakan daerah yang masuk kategori rawan terpapar paham ISIS.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan setiap Polda di Indonesia sudah melakukan pemetaan daerah-daerah mana saja yang rawan terpapar radikalisme afiliasi ISIS.
"Dari hasil mapping yang dilakukan Polda Banten, area daerah kerawanan terpapar ISIS. Tiap Polda sudah memiliki mapping daerah Kabupaten, Kecamatan, desa, ring 1-3, rawan, kurang rawan, tidak rawan, sudah di-mapping," tutur Dedi di Mabes Polri, Kamis (10/10).
Terkait apakah kedua pelaku sudah dalam pantauan kepolisian lantaran berada di wilayah rawan, Dedi hanya mengatakan pihaknya tengah melakukan pendalaman.
"(Pelaku) belum (dipantau), wilayahnya cukup rawan, nanti didalami," ujarnya.
Lebih lanjut, Dedi menyampaikan pihak Densus 88 Antiteror masih terus mendalami hal tersebut.
"Sudah langsung kerja sama dengan Polda Banten mendalami," ucap Dedi.
Wiranto diserang usai meresmikan gedung baru kampus Mathla ul Anwar, Menes, Pandeglang, Banten, pukul 11.55 WIB.
Wiranto mengalami luka di perut dan dibawa ke RS Berkah, Pandeglang sebelum dibawa ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta menggunakan helikopter.
Sementara Kapolsek Menes Kompol Daryanto turut menjadi korban penyerangan dan mengalami luka di bagian punggung.
Pelaku diketahui berjumlah dua orang, yakni laki-laki berinisial SA alias Abu Rara dan perempuan berinisial FA.
Dedi mengatakan pihaknya mendalami kemungkinan dua pelaku penusukan terhadap Wiranto bagian dari jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terpapar paham ISIS.
"Nanti akan didalami apakah pelaku terhubung dengan jaringan JAD Cirebon atau JAD Sumatera," kata Dedi.
Terkait peristiwa ini, Mabes Polri menyatakan tak ada istilah kecolongan saat melakukan pengamanan terhadap Wiranto. Dedi menjelaskan dalam sebuah kegiatan publik adalah hal wajar bagi seorang pejabat untuk meladeni interaksi dengan masyarakat.
"Tidak ada istilah kecolongan, jadi interaksi pejabat publik dengan masyarakat seperti hal ya yang sudah terjadi seperti itu, bersalaman, disapa itu hal biasa," tutur Dedi.
Sumber : cnnindonesia.com